Langsung ke konten utama

manfaat, jenis, dan bukti khasiat empon empon


Inilah resep empon-empon untuk minuman herbal andalan. Empon-empon sama dengan rempah-rempah?
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empon-empon dan rempah memiliki arti masing-masing. Menurut KBBI, empon-empon adalah rimpang yang digunakan sebagai ramuan tradisional seperti jahe, kunyit, temulawak dan sebagainya. Sedangkan rempah adalah berbagai jenis hasil tanaman yang beraroma seperti pala, cengkih, lada untuk memberikan bau dan rasa khusus pada makanan.
Apa itu empon-empon?
Dikutip dari Temu-temuan dan Empon-empon, Budi Daya dan Manfaatnya (1999) karya Fauziyah Muhlisah, istilah empon-empoon berasal dari bahasa Jawa. Asal kata empon-empon dari empu yang berarti rimpang induk atau akar tinggal. Istilah ini digunakan untuk menyebut kelompok tanaman yang mempunyai rimpang atau akar tinggal. Penggolongan nama empon-empon tidak dilakukan berdasarkan klasifikasi ilmiah tertentu. Melainkan lebih merujuk pada penggolongan tanaman tertentu yang dilakukan masyarakat Jawa.
Manfaat empon-empon
Tanaman yang termasuk empon-empon umumnya adalah tanaman yang biasa dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional dan bumbu-bumbu masakan. Seiring kemajuan zaman, penggunaan empon-empon meluas. Beberapa manfaat empon-empon antara lain:

  • 1.       Bahan baku obat-obatan dan jamu
  • 2.      Bahan bumbu masak
  • 3.      Industri makanan dan minuman
  • 4.      Ramuan tradisional perawatan tubuh
  • 5.      Kosmetika untuk perawatan kecantikan
  • 6.      Bahan pewarna
  • 7.      Untuk diambil minyak asirinya

Jenis empon-empon
Meski istilah empon-empon berarti rimpang atau akar tinggal tetapi penyebutan empon-empon didominasi tanaman famili Zingiberaceae. Dari sekitar 283 jenis tanaman obat, ada 11 jenis tanaman yang paling sering dipakai oleh masyarakat. Berikut ini jenis- jenis empon-empon yang sering dimanfaatkan:

1     Temu lawak
2.      Jahe
3.      Lempuyang gajah
4.      Cabe Jawa
5.      Kedawung
6.      Lengkuas
7.      Lempuyang wangi
8.      Kencur
9.      Pula sari
10.  Kunyit Bangle
11.  Adas
Dari 11 jenis tersebut yang sudah banyak dibudidayakan sebagai tanaman komersial baru enam jenis, yaitu temu lawak, jahe, lengkuas, kencur, kunyit dan adas.
Jamu
Masyarakat Indonesia khususnya Jawa mempunyai kebiasaan minum jamu yang sebagian terbuat dari tanaman empon-empon yaitu kencur, kunyit, temu lawak. Sedangkan jahe lebih sering dikonsumsi sebagai minuman hangat.
Dikutip dari Jamu Pusaka Penjaga Kesehatan Bangsa Asli Indonesia (2018) karya Murdijati-Gardjito, Eni Harmayani dan Kamilia Indraputri Suharjono, kebiasaan minum jamu di masyarakat menjadi salah satu langkah strategis untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Terlebih kebiasan minum jamu telah ratusan tahun berlangsung hingga sekarang. Terbukti adanya gambar-gambar pada relief candi serta penjelasan dalam naskah-naskah kuno tentang penyembuhan dan pengobatan orang sakit.
Pengetahuan tentang jamu merupakan pengetahuan asli masyarakat Indonesia yang diwariskan dari generasi ke generasi, dikaji dari pengalaman dan dipercaya memberikan manfaat yang berguna dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Bukti historis
Catatan ramuan obat asli masyarakat Jawa ditulis oleh para pujangga, raja atau orang-orang berpengaruh.
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amengkunegara III yang dibantu para pujangga Keraton Surakarta dan anggotanya menyusun manuskrip kuno yaitu Serat Centhini.
Sri Susuhunan Pakubuwono V memerintahkan penulisan catatan ramuan obat berjudul Serat Kawruh Bab Jampi-jampi Jawi pada 1831.
Wanita Belanda Jans Kloppenburg-Versteegh mengamati perilaku dalam kehidupan masyarakat Jawa yang melakukan penyembuhan penyakit dengan menggunakan ramuan bahan tradisional dari tanman dan hewan di lingkungan sekitar.
Ia mencatat lebih dari seribu jenis tanaman berkhasiat dan membuat buku dengan 1.467 resep pengobatan tradisional dengan bahan alami untuk berbagai macam penyakit seperti sakit kulit, sariawan, diare, ginjal dan diabetes.
Orang Tionghoa Tan Khoen Swie mewarisi catatan leluhurnya yang merupakan orang Jawa. Kemudian menjadikannya sebagai buku pegangan untuk menolong dalam menyembuhkan penyakit yang diderita masyarakat.
Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII memiliki catatan lengkap pengobatan tradisional. Lalu diterbitkan oleh Raden Somodidjojo dengan judul Kitab Primbon Betaljemur Adammakna.
RAy Bintang Abdulkadir, istri dokter dan tokoh wanita Jawa telah menulis buku berjudul Buku Masakan dan Jamu Tradisional pada 1964.
Sudarman Mardisiswoyo dan Harsono Rajamangunsudarso menulis buku Tjabe Pujang Warisan Nenek Mojang pada (1965).
Salah seorang istri Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengumpulkan catatan berjudul Catatan Jamu Tradisional tentang memelihaha kecantikan dan kesehatan.
Susan-Jane Beers yang tinggal di Indonesia sejak 1990-an, menulis buku Jamu, The Ancient Indonesia Art of Herbal Healing pada 2001 yang berisi hasil riset tentang pengobatan tradisional selama 10 tahun berkeliling di Indonesia.

Komentar